-
Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, Jakarta telah menjadi hunian manusia purba pada masa Neolitikum dan Megalitikum. Mereka adalah ras Austronesia yang bermigrasi dari Asia Selatan dan Taiwan, membawa keterampilan berlayar, bercocok tanam, dan memancing. Bukti nyata kehadiran mereka ditemukan di Pasar Ikan, Cilincing, dan Tugu berupa alat batu, gerabah, dan sisa permukiman, menandakan bahwa daerah ini telah menjadi pusat kehidupan pesisir sejak zaman prasejarah yang tak tergoyahkan oleh waktu.
-
Pada abad ke-5 Masehi, wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara, salah satu kerajaan tertua dan paling berpengaruh di pulau Jawa. Kejayaan Tarumanegara diabadikan dalam Prasasti Tugu di Jakarta Utara, yang menceritakan proyek besar penggalian saluran air untuk irigasi. yang menjadi bukti kemajuan teknologi dan keteraturan pemerintahan pada masa itu. prasasti ini adalah saksi bisu bahwa di tanah Jakarta telah berdiri sebuah peradaban yang terorganisir, kuat di kawasan Jakarta.
-
Pada abad ke-7, Kerajaan Tarumanegara ditaklukkan Sriwijaya yang beragama Buddha. Di zaman kekuasaan Sriwijaya berdatangan penduduk Melayu dari Sumatra. Mereka mendirikan permukiman di pesisir Jakarta. Perkawinan dengan penduduk asli membuat bahasa Melayu menggantikan bahasa Kawi, awalnya di pesisir lalu meluas hingga kaki Gunung Salak dan Gede. Bagi Betawi, Anggota keluarga wajib menjunjung tinggi martabat keluarga dan dipandang suci. Ayah disebut baba, babe, atau abah, dan ibu disebut mak.
-
Pada abad ke-10 terjadi persaingan antara Sriwijaya dan Kediri hingga pecah perang, membuat Tiongkok turun tangan. Perdamaian tercapai, kendali lautan dibagi dua, bagian Barat dari Cimanuk dikuasai Sriwijaya, bagian timur dari Kediri dikuasai Kerajaan Kediri. Artinya pelabuhan Kalapa termasuk kendali Sriwijaya. Sriwijaya mendatangkan migran Melayu Kalimantan Barat ke Kalapa, menggantikan bahasa Sunda Kuno dengan bahasa Melayu. Buktinya, sebutan dan “hilir” masih digunakan warga pesisir Jakarta.
-
Pada tahun 1512,Raja Surawisesa dari Pajajaran memberi izin Portugis membangun komunitas di Sunda Kalapa, memicu perkawinan campuran dan lahirnya musik Keroncong Tugu. Demak merebutnya dan menamakan Jayakarta, memulai islamisasi serta budaya Jawa di pesisir. Saat VOC berkuasa, bahasa Melayu pasar dipaksakan dan banyak pekerja didatangkan, membentuk bahasa Betawi kreol melayu. Budak dari Bali, pendatang Arab, Tiongkok, dan Nusantara memberi jejak pada bahasa, busana, dan nama kampung di Jakarta.
-
Tahun 1619 menjadi titik paling penting, ketika VOC Belanda menaklukkan Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia. Belanda menjadikan Batavia sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan di Hindia Belanda. Untuk mendukung pembangunan kota, VOC mendatangkan budak dan pekerja dari berbagai wilayah, termasuk Bali, Ambon, Maluku, Bugis, Makassar, India, Arab, bahkan Afrika. Percampuran etnis yang intens perlahan membentuk komunitas dengan identitas khas, yang kelak dikenal sebagai orang Betawi.
-
Pada abad 19, penduduk hasil percampuran berbagai etnis mulai membentuk identitas baru yang dikenal sebagai orang Betawi. Mereka adalah keturunan dari perpaduan berbagai bangsa, berbicara dengan bahasa Betawi yang menyerap unsur Melayu, Portugis, Belanda, Arab, dan bahasa daerah lain. Tradisi, kesenian, dan kuliner Betawi merupakan hasil asimilasi budaya, dan menjadi simbol perpaduan budaya yang unik, sekaligus penanda bahwa Jakarta adalah kota yang lahir dari pertemuan beragam peradaban dunia.
-
Pada abad 20,Batavia berada di bawah kolonial Belanda yang menjadikannya pusat perdagangan dan pemerintahan. Tahun 1930,sensus Belanda mencatat mereka sebagai etnis tersendiri, meski kesadaran baru menguat setelah 1923 saat Husni Thamrin mendirikan Pemoeda Kaoem Betawi. Pendudukan Jepang dan kemerdekaan mengubah tatanan sosial Jakarta. Modernisasi sejak 1960-an mendorong Betawi ke pinggiran. Pada 1970-an, istilah Betawi menggantikan Melayu,menandai kebangkitan budaya di tengah pembangunan kota.
-
Sejak akhir abad ke-19,atau setelah kemerdekaan pada tahun 1945, Jakarta mengalami gelombang besar kedatangan pendatang dari seluruh penjuru Indonesia. Orang Betawi pun menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka. Tekanan pertumbuhan kota yang pesat memaksa banyak warga Betawi pindah ke pinggiran akibat penggusuran besar-besaran dan berpindah hingga ke luar Jakarta. Meski terdesak, proses asimilasi dengan berbagai suku tetap berlangsung, membentuk wajah budaya Jakarta yang majemuk hingga kini.